Sebagai Mahasiswi yang
sedang meniti Ilmu dalam bidang Bimbingan dan Konseling, Saya cukup
tercengang saat mengetahui beberapa Pro dan Kontra mengenai Guru BK
dalam Kurikulum 2013. Dari berbagai artikel yang saya baca, sangat
sependapat dengan satu artikel ini. Sebuah artikel yang dibuat oleh M.
Amirullah mahasiswa jurusan PPB prodi BK FIP UNM angkatan 2010.
Konselor
sekolah atau yang lebih akrab ditelinga kita sebagai guru BK saat ini
boleh jadi mengalami kegelisahan terkait dengan digodoknya kurikulum
baru 2013. Betapa tidak, keberadaan layanan bimbingan dan konseling yang
selalu menjadi bagian integral dalam kurikulum pendidikan di negeri ini
selama kurang lebih 52 tahun, tercatat sejak tahun 1960-an, kini seolah
tak lagi diakui keberadaanya oleh kurikulum yang baru. Kerisauan yang
lebih boleh jadi juga dialami oleh para calon tenaga bimbingan dan
konseling di sekolah. Jika kurikulum baru 2013 ini benar-benar
direalisasikan, tanpa adanya lagi perubahan, maka bisa saja para
mahasiswa yang saat ini menjalani pendidikan sebagai calon guru BK akan
berpikir ribuan kali untuk melanjutkan pendidikan di program studi
tersebut. Walaupun seharusnya langkah yang tepat dilakukan adalah wait
and see, sehingga keputusan yang diambil tidak akan disesali dikemudian
hari.
Keberadaan konselor sebagai salah satu bagian
dari pendidikan di sekolah sebenarnya telah ditegaskan oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam UU sisdiknas tersebut disampaikan bahwa pendidikan merupakan usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya dan menegaskan bahwa konselor adalah pendidik.
Rencana
penerapan kurikulum baru 2013 ini sontak menimbulkan pro dan kontra,
terutama dikalangan para pakar dan praktisi pendidikan karena beberapa
kebijakan-kebijakan baru. Salah satu dari kebijakan tersebut adalah
tidak disinggungnya pelayanan bimbingan dan konseling. Secara tersurat
memang layanan Bimbingan dan Konseling tidak ada lagi dalam kurikulum
baru tersebut. Tapi salah satu dasar adanya pengembangan kurikulum baru
ini yang penulis lihat pada draft uji publik adalah makin marakanya
fenomena negatif yang mengemuka di kalangan para pelajar seperti
perkelahian antar pelajar, narkoba, korupsi, kecurangan dalam ujian.
Pengembangan kurikulum 2013 yang juga berorientasi pada persiapan
kompetensi masa depan siswa yang salah satunya agar memiliki kesiapan
untuk berkarir di dunia kerja. Nyatanya semua itu adalah tugas yang
dibebankan kepada konselor sekolah. Hal ini tertuang dalam Permendiknas
No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan
Menengah yang menyebutkan bahwa pelayanan konseling meliputi pemberian
kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan
diri sesuai dengan kemampuan, bakat dan minat. Kegiatan pengembangan
diri dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan
dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan
pengembangan karir peserta didik. Kegiatan pengembangan diri
difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga
kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Dalam
Permendiknas tersebut jelas sekali disebutkan bahwa layanan konseling
kepada siswa di sekolah berorientasi pada pengembangan pribadi, sosial,
belajar, dan karir. Yang tentu saja berkaitan dengan fenomena negatif
yang belakangan muncul ditengah-tengah siswa.
Konsep
ideal dari pelayanan Bimbingan dan Konseling juga telah tertuang dengan
jelas pada kerangka pola bk 17 Plus. Pada pola bk 17 plus ini dijabarkan
fungsi dan tugas guru Bimbingan dan Konseling secara jelas. Berikut ini
gambaran dari pola BK 17 plus.
Sayangnya, saat ini
aplikasi dari pola 17 plus belum terasa hasilnya. Tentu saja ada hal
yang salah sehingga peran bimbingan dan konseling di sekolah tidak
berjalan sebagai mana mestinya. Dan hasilnya pun berimbas kepada para
siswa yang tidak mendapatkan pelayanan optimal dari apa yang seharusnya
mereka rasakan dari keberadaan konselor sekolah.
Salah
satu masalah yang mendasar pada pelayanan bimbingan dan konseling di
sekolah adalah penggunaan tenaga konselor yang ada di sekolah itu
sendiri. Saat ini BANYAK GURU BK yang menjadi konselor sekolah, namun
TIDAK BERASAL DARI LATAR BELAKANG PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING.
Alhasil, implikasinya berimbas pada bagaimana ia memberikan layananya.
Guru
Bimbingan dan Konseling yang diharapkan mampu membantu siswa dari aspek
psikologis, pengembangan diri, masalah pribadi, masalah belajar,
masalah sosial, dan masalah karir justru malah menjadi polisi sekolah,
satpam sekolah, atau bahkan tukang cukur sekolah, yang kerjaannya
menghukum siswa yang terlambat, menggunting rambut siswa yang terlalu
panjang, dan banyak lagi tugas-tugas guru BK yang sangat jauh dari apa
yang seharusnya dilakukan oleh seorang guru BK/ Konselor. Permasalahan
tersebut tidak hanya dari kualitas tenaga bimbingan dan konseling, namun
juga dari segi sarana dan prasarana bimbingan dan konseling yang
disiapkan oleh sekolah. Ruangan bimbingan dan konseling acap kali
hanyalah ruangan-ruangan parasit yang menumpang pada ruang guru atau
ruang tata usaha. Bahkan juga kadang gudang-gudang yang tidak
terpakailah yang kemudian disulap menjadi ruangan BK tanpa memperhatikan
lagi standar ruang bimbingan dan konseling yang seharusnya.
Keberadaan
guru BK yang tidak memiliki latar belakang pendidikan bimbingan dan
konseling sebenarnya telah disadari oleh pemerintah. Terbukti, melalui
Kementrian Pendidikan Nasional, pemerintah menerbitkan Permendiknas No.
27 Tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Konselor.
Pada peraturan tersebut tercantum sejumlah peraturan
khusus untuk konselor di sekolah. Permendiknas No. 27 Tahun 2008 tentang
Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor di Pasal 1 Ayat 1
menyatakan bahwa untuk dapat diangkat sebagai konselor, seseorang wajib
memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang
berlaku secara nasional. Kemudian penyelenggara pendidikan yang satuan
pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor.
Dengan
adanya peraturan tersebut maka guru Bimbingan dan konseling yang ada di
sekolah harus berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling. Hal
ini tentu saja akan berimplikasi pada perbaikan kualitas pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah oleh para konselor profesional. Pada
peraturan tersebut juga dijelaskan bahwa Penyelenggara pendidikan yang
satuan pendidikannya mempekerjakan konselor wajib menerapkan standar
kualifikasi akademik dan kompetensi konselor sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri paling lambat 5 tahun setelah Peraturan Menteri ini
mulai berlaku. Artinya, di tahun 2013 ini guru yang bertugas sebagai
konselor sekolah di seluruh Indonesia harus benar-benar mempunyai
kualifikasi akademik yang dibuktikan dengan latar belakang pendidikan
bimbingan dan konseling.
Tahun 2013 ini seharusnya
menjadi momentum kebangkitan dunia bimbingan dan konseling Indonesia.
Namun, hal itu mendapatkan sedikit tantangan lewat rencana pemerintah
memberlakukan kurikulum baru yang didalamnya tidak adalagi pelayanan
bimbingan dan konseling secara tersurat. Pengembangan kepribadian siswa,
dan juga masalah kesiapan untuk terjun kemasyarakat dan dunia kerja
yang seharusnya menjadi tugas konselor sekolah rencananya akan
dilimpahkan kepada guru mata pelajaran masing-masing.
Bagaimana
para calon konselor menyikapi hal ini? Saya pribadi melihat bahwa
kurikulum 2013 ini sebenarnya bisa menjadi momentum kebangkitan
bimbingan dan konseling di Indonesia ataupun malah sebaliknya.
Alasannya
bahwa secara tersurat memang layanan bimbingan dan konseling tidak
disinggung lagi dalam rencana kurikulum ini, namun secara tersirat
sebenarnya pelayanan bimbingan dan konseling sangat dibutuhkan untuk
tetap menjadi bagian yang integral dalam kurikulum yang baru ini. Hal
itu terlihat dari orientasi tujuan pengembangan karakter siswa dan
kesiapan untuk terjun kemasyarkat yang ditekankan pada kurikulum yang
baru ini. Dan kedua hal itu adalah hal yang sangat linear dengan tugas
dan fungsi bimbingan dan konseling di sekolah.
Secara
hukum juga bimbingan dan konseling cukup kuat dengan terbitnya peraturan
pemerintah tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Permendiknas tahun 2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik Konselor.
Dengan
demikian, para calon konselor tidak perlu risau dan gusar apalagi
sampai berpikir untuk segera meninggalkan perkuliahan yang sedang
dijalani saat ini. Yang paling penting untuk dilakukan saat ini oleh
para calon konselor sekolah adalah senantiasa meningkatkan kualitas
pribadi sebagai calon konselor yang diharapkan bisa berimplikasi pada
peningkatan kualitas pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.(*)